Sejak Gempabumi besar disertai tsunami yang melanda di provinsi Aceh
tanggal 26 Desember 2004, masyarakat mulai memahami dan menyadari akan
potensi gempa dan tsunami yang dapat terjadi di daerah-daerah lainnya,
termasuk juga para peneliti kegempaan mulai memetakan daerah-daerah mana
saja yang perlu diwaspadai kemungkinan gempa dan tsunami bakal terjadi.
Yang sangat menjadi perhatian saat ini baik oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan juga para ahli kegempaan akan adanya potensi gempa
besar disertai tsunami adalah di Sumatera Barat khususnya di Mentawai
megathrust.
Tentunya ancaman gempabumi di Sumatera itu bukan hanya
bersumber dari Mentawai megathrust saja, ada 3 (tiga) sumber ancaman
gempabumi di Sumatera, yaitu ; Pertama di daerah subduksi pertemuan
antara lempeng tektonik India-Australia dengan lempeng Eurasia (lokasi
Megathrust Mentawai), kedua di Mentawai Fault System (MFS) , dan yang
ketiga di Sumatera Fault System (SFS) atau lebih populer dengan istilah
sesar Sumatera. Sumber gempa dari sesar ini berada di darat memanjang
dari provinsi Lampung sampai ke Banda Aceh sepanjang ±1900 km dan
melewati beberapa kabupaten di Sumareta Barat antara lain ; Kab. Solok
Selatan, Kab. Solok, Kab. Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kota Bukit
Tinggi dan Kab. Pasaman. Tentunya ancaman bencana gempabumi yang
bersumber dari sesar Sumatera ini tidak dapat diabaikan begitu saja,
sejarah mencatat kejadian gempabumi tahun 2007 terjadi dalam kurun waktu
2 jam terjadi 2 kali gempabumi merusak dengan pusat gempa di 0.55 LS ,
100.47 BT (16 km Barat Daya Batu Sangkar) dengan kekuatan 6.4 SR dan di
0.47ᵒLS , 100.49ᵒ BT (11 km Barat Daya Batu Sangkar) dengan kekuatan 6.3
SR yang telah menelan korban jiwa sebanyak 67 orang dan 826 orang
korban luka serta 43.719 kerusakan bangunan di Bukittinggi, Padang
Panjang, Payakumbuh dan Solok
Secara umum, tatanan tektonik di Sumatera dicirikan oleh tiga sistem
tektonik. Ketiga sistem tektonik tersebut, yaitu; Zona Subduksi antara
lempeng tektonik India-Australia dengan lempeng Eurasia, Mentawai Fault
System (MFS) dan Sumatra Fault System (SFS) atau sesar Sumatera.
Zona Suduksi
Jalur subduksi lempeng tektonik India-Australia dan Eurasia di
Indonesia memanjang dari pantai barat Sumatera sampai ke selatan Nusa
Tenggara. Pada sistim subduksi Sumatera dicirikan dengan menghasilkan
rangkaian busur pulau depan (forearch islands) yang non vulkanik (Pulau
Simeulue, Nias, Banyak, Batu, Siberut hingga Pulau Enggano). Lempeng
India-Australia menunjam ke bawah lempeng Benua Eurasia dengan kecepatan
±50-60 mm/tahun. Batas antar 2 (dua) lempeng ini terdapat zona subduksi
dangkal atau yang disebut sebagai ”Megathurst Subduction Sumatera ”
inilah yang saat ini menjadi perhatian masyarakat karena diprediksi
masih menyimpan potensi gempabumi dengan magnitudo 8.9 SR di zona ini
yang popular dengan istilah Mentawai Megathrust.
Mentawai Fault System (MFS)
Selain jalur tumbukan dua lempeng tektonik, di sebelah barat pantai
Sumatera Barat terdapat juga Mentawai Fault Sistem. Mentawai Fault
Sistem adalah sesar mendatar yang disebabkan adanya proses penunjaman
miring di sekitar Pulau Sumatera. Sesar Mentawai berada di laut
memanjang disekitar pulau-pulau Mentawai dari Selatan Hingga ke Utara
menerus hingga ke sekitar Utara Nias.
Sumatera Fault System (SFS).
Sumatera fault system atau Sesar Sumatera terjadi akibat adanya lempeng
India-Australia yang menabrak bagian barat pulau Sumatera secara
miring, sehingga menghasilkan tekanan dari pergerakan ini. Karena adanya
tekanan ini, maka terbentuklah sesar Sumatera atau disebut juga ”The
Great Sumatera Fault” yang membelah pulau Sumatera membentang mulai dari
Lampung sampai Banda Aceh, sesar ini menerus sampai ke Laut Andaman
hingga Burma. Patahan ini merupakan daerah rawan gempabumi dan tanah
longsor. Sesar Sumatera merupakan sesar strike slip berarah dekstral
yang terdiri dari 20 segmen utama sepanjang tulang punggung Sumatera
(Sieh and Natawidjaja.,2002)
Jalur patahan Sumatera bisa dikenal
dari kenampakan bentang alam di sepanjang jalur, dan ditandai oleh
kenampakkan bukit–bukit dan danau-danau yang terjadi karena pergeseran
pada sesar tersebut. Jalur patahan sepanjang ±1900 Km ini melintasi
punggungan pulau Sumatera sepanjang Bukit Barisan. Sejarah mencatat
sudah cukup banyak kejadian gempabumi dengan magnitudo besar yang
terjadi di sekitar patahan Sumatera.
Segmen Sesar di Sumatera Barat
Sesar Sumatera ini membelah melalui wilayah Sumatera Barat yang terbagi
menjadi beberapa segmen sesar, adapun di Provinsi Sumatera Barat
terdapat 4 (empat) segmen patahan aktif yang merupakan bagian dari
sistem sesar Sumatera, dan ada 3 (tiga) segmen lagi yang bagian ujung
segmennya berada di perbatasan wilayah Sumatera Barat dan ini dapat juga
mempengaruhi aktifitas kegempaan di wilayah Sumatera Barat yaitu :
segmen Angkola, segmen Barumun ke-dua segmen tersebut berada di wilayah
Sumatera Utara dan segmen Siulak di Jambi. Segmen Angkola ujung
selatannya berada di dekat Lembah Batang Pasaman, begitu juga segmen
Barumun bagian selatan segmen ini berada di perbatasan Sumatera Barat,
Pasaman. Sedangkan segmen Siulak overlap dengan segmen Suliti di wilayah
Solok Selatan. Sedangkan 4 (empat) segmen yang berada di Sumatera
Barat, yaitu:
1. Segmen Sumpur (0.1°N ~0.3°N)
Segmen Sumpur
terletak di daerah Rao, Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman, segmen Sumpur
memiliki panjang patahan ± 35 Km, Segmen Sumpur di bagian Utara berujung
pada sisi Selatan Depresi Sumpur, di Selatan Panti, kemudian menyisir
Lembah Batang Sumpur ke Tenggara, Salabawan, hingga Bonjol, menyusuri
Sungai Silasung dan pergeseran segmen Sumpur berkisar 23-24 mm/tahun.
Segmen Sumpur melewati kota Lubuk Sikaping, pada segmen ini tahun 1977
pernah terjadi gempabumi dengan kekuatan 5.5 SR..
2. Segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N)
Segmen Sianok mempunyai panjang patahan ± 90 Km berada di sekitar
Ngarai Sianok kota Bukittinggi sampai Tenggara Danau Singkarak melewati
sisi Timur Danau, dan pergeseran patahan berkisar 23 mm/tahun, kota
Bukittinggi termasuk kota yang rawan gempabumi darat yang bersumber dari
patahan Segmen Sianok. Pada Segmen Sianok pernah terjadi 2 kali
gempabumi pada tanggal 6 Maret 2007 dengan magnitude 6.4 SR dan 6.3 SR
dan Gempa terbesar pernah tercatat pada segmen ini yaitu pada 4 Agustus
1926 dengan pusat hancuran antara Bukit Tinggi dan Danau Singkarak.
3. Segmen Sumani (1.0°S ~ 0.5°S)
Segmen Sumani memiliki panjang patahan ± 60 Km, ujung Utara segmen ini
berada di sisi Utara Danau Singkarak, menyisir sisi Barat Daya danau
tersebut melintasi daerah Kota Solok, Sumani, Selayo dan berakhir di
Utara Danau Diatas, sebelah Tenggara Gunung Talang. Gempa merusak
tercatat terjadi pada 9 Juni 1943, M 7.4, di bawah Danau Singkarak dan
menghasilkan pergeseran horizontal sejauh 1 m 4 (D. Hilaman Natawijaya
dkk. 1995), dan gempa pada 6 Maret 2007 juga telah menyebabkan banyak
kerusakan di sepanjang segmen ini dari Sumani hingga Selayo.
4. Segmen Suliti (1.75°S ~1.0°S)
Segmen Suliti mempunyai panjang patahan sekitar 90 Km dan pergeserannya
berkisar ±23 mm/tahun. Ujung Utara segmen berada pada Danau Diatas dan
Danau Dibawah dengan lebar zona 4 km pada wilayah tersebut. Patahan
Sumatera pada segmen ini menelusuri lembah S. Suliti ke Tenggara hingga
anak-anak Sungai Liki di Barat Laut G. Kerinci.
Sejarah Kegempaan di Sesar Sumatera
Sejarah mencatat di wilayah Sumatera Barat terjadi beberapa kali
diguncang gempabumi besar yang terjadi akibat aktivitas sesar Sumatera.
Berdasarkan Katalog gempabumi signifikan dan merusak Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), di wilayah Sumatera Barat terjadi
gempabumi signifikan dan merusak sebanyak 6 kali. Gempabumi tersebut
diantaranya gempabumi Singkarak (1926 dan 1943), Pasaman (1977), Solok
(2004) dan di Batu Sangkar (2007) terjadi 2 kali gempa dengan kekuatan
6.4 dan 6.3 .
Pada tahun 1926 di segmen Sumani terjadi pada 28 Juni 1926 dengan
lokasi 0.7ᵒ LS, 100.6ᵒ BT, gempa tersebut dirasakan di Sijunjung,
Muarabungo, Alahan Panjang , Danau Singkarak dan Padang Panjang dan
mengakibatkan salah satu bagian danau singkarak amblas dan beberapa
orang terluka, sedangkan pada tanggal 9 Juni 1943, M 7.4, di bawah Danau
Singkarak dan menghasilkan pergeseran horizontal sejauh 1 m.
Kemudian pada tahun1977 di segmen Sumpur terjadi pada tanggal 9 Maret
1977 pukul 06:17:28 WIB, pada lokasi 0.45ᵒ LU , 100.0ᵒ BT dengan
kedalaman 22 km dan berkekuatan 5.5 SR dirasakan di Sinurut VIII MMI,
Talu Padang dan Padang Panjang III MMI, tidak ada laporan korban
meninggal dan luka-luka pasca gempa tersebut, terdapat kerusakan
bangunan 737 rumah, 1 pasar, 7 sekolah, 8 masjid, 3 kantor mengalami
kerusakan di Sinurut dan 245 rumah, 3 sekolah, 8 masjid rusak di Talu,
hampir semua rumah kayu miring dan bergeser dari pondasinya serta
terjadi rekahan tanah dengan lebar 5-75 cm di Talu.
Selanjutnya pada
tahun 2004 pada segmen Sumani terjadi pada tanggal 16 Feb 2004 pada
pukul 21:44:37 WIB, pada koordinat 0.43ᵒ LS , 100.67ᵒ BT dengan
kedalaman 33 km, dengan magnitudo 5.6 SR. Gempa tersebut dirasakan di
Padang Panjang IV – V MMI, Padang IV MMI, Batusangkar dan Bukittinggi
III – IV MMI serta Pekanbaru, dan mengakibatkan 5 orang meninggal, 7
orang mengalami luka-luka dan lebih dari 100 rumah rusak di sekitar
Padang Panjang.
Dan yang masih dalam ingatan kita pada tahun 2007,
di segmen Sianok terjadi pada tanggal 06 Maret 2007 pukul 10:49:38 WIB,
pada koordinat 0.48ᵒ LS , 100.37ᵒ BT dengan kedalaman 33 km, dengan
magnitudo 6.4 SR. Gempa tersebut dirasakan di Bukittinggi, Padang
Panjang, Payakumbuh, Solok VIII MMI, Padang V MMI, Pekanbaru IV MMI,
Duri, Jambi dan Kepulauan Riau, Dumai, Padangsidempuan III MMI, Johor
Bahru IV MMI, Malaysia II – III MMI, Singapura III MMI. Sebanyak 67
orang dilaporkan meninggal dunia dan 826 orang lainnya mengalami
luka-luka akibat gempa tersebut. Selain itu, sebanyak 43.719 rumah
mengalami kerusakan atau bahkan hancur di area Bukittinggi, Payakumbuh
dan Solok yang terdampak gempabumi.
Tingkatkan upaya mitigasi terhadap gempabumi dari sesar Sumatera
Berdasarkan peta seismisitas gempabumi darat dan sejarah gempa merusak
di Sumatera Barat dari 4 (empat) segmen sesar yang lokasinya berada di
wilayah Sumatera Barat hanya pada segmen sesar Suliti yang sedikit
aktifitas kegempaannya, dengan kata lain di segmen ini terdapat seismic
gap bila dibandingkan dengan segmen sesar lainnya di Sumatera Barat dan
tidak ada catatan gempa merusak pada segmen Suliti, kerusakan pada
daerah ini disebabkan karena dampak dari gempabumi pada tahun 1943
dengan kekuatan 7.4 SR yang bersumber di bawah Danau Singkarak pada
segmen Sumani . Seperti pada uraian segmen sesar sebelumnya bahwa segmen
sesar Suliti berada di wilayah Kabupaten Solok Selatan, ujung Utara
segmen berada pada Danau Diatas dan Danau Dibawah (Solok) dan menelusuri
lembah Sungai Suliti ke Tenggara hingga anak-anak Sungai Liki di Barat
Laut Gunung Kerinci di Jambi.
Dari kondisi seperti ini tentunya hal
ini perlu menjadi perhatian kita semua bahwa sesungguhnya ancaman
gempabumi di Sumatera itu tidak hanya yang bersumber dari Mentawai
megathrust saja tetapi sumber gempa pada sesar Sumatra khususnya pada
segmen Suliti juga harus menjadi perhatian kita semua, baik pemerintah
pusat/daerah, para pemamngku kebencanaan dan masyarakat, mengingat
segmen Suliti ini dalam kurun waktu beberapa puluh tahun terakhir tidak
menunjukkan aktifitas kegempaannya dibandingkan pada segmen sesar di
sekitarnya, tentunya segmen sesar lainnya yang ada di Pasaman, Bukit
Tinggi, Padang Panjang, Tanah Datar dan Solok juga harus menjadi
perhatian kita. Jangan sampai kita hanya focus pada ancaman gempabumi
Mentawai megatrust saja sedangkan ancaman gempabumi lainnya kita
abaikan. Saat ini segala upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman
gempabumi megathrust Mentawai telah dilakukan oleh semua pihak baik dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera
Barat juga para pemengku kebencanaan, namun perhatian terhadap ancaman
gempabumi yang bersumber dari daratan Sumatera sangat minim. Dengan
sosialisasi dan edukasi pentingnya rumah tahan gempa menjadi prioritas
terhadap ancaman gempabumi yang bersumber pada sesar Sumatera .
(Sumber : BMKG)