Rabu, 23 Juli 2014

Kesiapsiagaan Mudik Lebaran dan Daerah Rawan Bencana

Sehubungan dengan musim libur peringatan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1435 H yang bertepatan dengan Tahun 2014 Masehi, Pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat menginformasikan kepada seluruh pihak terkait dan Masyarakat sebagai berikut :
1.     Analisis Cuaca Juli dan Agustus.
Berdasarkan laporan dari Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG), Curah hujan Wilayah Sumatera Barat pada bulan Juli umumnya pada kisaran 151 – 300 mm (sedang) kecuali di kawasan Kota Pariaman- Kabupaten Padang Pariaman bisa mencapai 301 – 400 mm (tinggi). Sementara itu curah hujan pada bulan Agustus umumnya akan cenderung turun yaitu pada kisaran 101 – 150 mm (menengah).


Gambar  1. Prakiraan Curah Hujan Juli dan Agustus 2014. , sumber : BMKG.
Untuk tren sifat hujan pada bulan Juli cenderung di bawah normal hingga normal, kecuali di kawasan sekitar Kab. Sijunjung, Kab. Dharmasraya, Kota Sawahlunto, Kab. 50 Kota dan Kota Payakumbuh di atas normal sehingga perlu diwaspadai banjir dan longsor atau gerakan tanah pada kawasan yang kerentanannya tinggi. Sementara itu tren sifat hujan pada bulan Agustus   umumnya  di bawah normal,   kecuali  kawasan Kota Sawahlunto   dan   Kab. Sijunjung masih di atas normal. Kewaspadaan untuk banjir dan longsor masih perlu ditingkatkan untuk kawasan ini.

 Gambar  1. Prakiraan Sifat Hujan Juli dan Agustus 2014, sumber : BMKG.

2.     Daerah rawan bencana
Berikut adalah kawasan-kawasan yang perlu diwaspadai saat mudik dan libur Hari Raya, terutama saat curah hujan tinggi:
a.  Jalur Lalulintas rawan longsor di Sumatera Barat
No
Nama Lokasi
Peta
1
Tanjung Balit, 50 Kota
LGR1
2
Jalur Bukit Tinggi-Sipisang, Palupuh, Agam
LGR2
3
Jalur Talu (Pasaman Barat) –Panti (Pasaman)
LGR3
4
Kawasan Seputar Danau Maninjau, Agam
LGR4
5
Kawasan Kelok 9 hingga Ulu Air, 50 Kota
LGR5
6
Kawasan Lembah Anai, Padang Pariman – Padang Panjang
LGR6
7
Jalan Lintas Kota Padang – Solok, mulai dari Lubuk Paraku, Sitinjau Laut, Tanah Sirah hingga Lubuk Selasih
LGR7
8
Jalur antara Danau Kembar (Solok) dengan Muarolabuh, Surian-Air Dingin
LGR8
9
Beberapa titik di Jalur Teluk Bayur – Bungus  dan Padang-Painan, Kota Padang
LGR9
10
Jalan Lintas Sumatera antara Sungai Selasi  (Sungai Lasi, Solok) – Muaro Kalaban, Sawahlunto
LGR10
11
Tanjung Gadang, Sijunjung
LGR11
12
Muaro Takung, Dharmasraya
LGR12
13
Bawan, Agam
LGR13
14
Tanjung Bonai-Sumpur Kudus, Sijunjung
LGR14
15
Jalur Matur – Palembayan, Agam
LGR15
16
Jalur Alternatif Bukit Tinggi/Maninjau - Sicincin, lewat  Malalak, Agam
LGR16


Jalur Tanjung Bonai-Sumpur Kudus, Sijunjung (LGR14) dan Jalur Alternatif Bukit Tinggi/Maninjau - Sicincin, lewat  Malalak, Agam (LGR16) karena alasan kestabilan lereng dan kerawanan terhadap longsor sangat tidak disarankan untuk dilewati di saat hujan atau pasca hujan lebat.
b.  Jalur Lalulintas rawan banjir
No
Nama Lokasi
Simbol
Pada Peta
1
Pangkalan, 50 Kota
BJR1
2
Koto Baru, Dharmasraya
BJR2
3
Air Haji, Pesisir Selatan
BJR3
4
Bungus, Kota Padang
BJR4

c.   Daerah wisata pantai dan rawan gelombang pasang
No
Nama Lokasi
Simbol
Pada  Peta
1
Pantai Tiku, Agam
GLB1
2
Pantai Kata, Padang Pariaman
GLB2
3
Pantai Gandoria, Kota Pariaman
GLB3
4
Pantai Tiram, Padang Pariaman
GLB4
5
Pantai Padang, Kota Padang
GLB5
6
Pantai Air Manis, Kota Padang
GLB6
7
Pantai Bungus, Kota Padang
GLB7
8
Pantai Carocok, PESSEL
GLB8
9
Pantai Sasak, Pasaman
GLB9

3.   Perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
Untuk menghindari segala kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh bencana, maka kepada semua pihak dan masyarakat kami himbau supaya:
·   selalu waspada dan siaga terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi selama musim libur hari raya terutama yang berkaitan dengan ancaman bencana alam akibat cuaca ekstrim.
·      Bagi para pengguna kendaraan yang melalui jalan raya yang berpotensi longsor dan banjir agar meningkatkan kewaspadaan terutama saat intensitas dan curah hujan tinggi.
·      Jauhi daerah pantai saat cuaca buruk
·      Patuhi petunjuk petugas di lapangan.

Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seluruh pihak terkait:
·   Meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan dan pihak terkait.

· Menyiapkan posko bencana, petugas relawan dan peralatan yang diaktifkan 24/7 (24 jam sehari/7 hari dalam seminggu) disetiap titik rawan bencana dan titik pusat keramaian masyarakat.

·   Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang potensi bencana dan kesiapsiagaan.
(Tim Pusdalops PB)

Selasa, 08 Juli 2014

GEMPABUMI DAN TSUNAMI MEGA THRUST MENTAWAI MASIH MENGANCAM

Sebagaimana diinformasikan Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) dari media online dan Jaringan INATEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) bahwa telah terjadi gempabumi di Perairan Mentawai Provinsi Sumatera Barat dengan Magnitude 5,0 SR pada tanggal 1 Juli 2014, jam 04:58:54 WIB, pada posisi  -2,01 LS dan 99,14 BT, Kedalam 31 km. Berita senada juga disampaikan oleh Badan Geologi Amerika (USGS) dan Pusat Informasi Gempabumi Eropa dan Mediterania (EMSC) namun dengan nilai magnitude, kedalaman dan posisi yang sedikit berbeda dengan informasi BMKG. Sehubungan dengan informasi tersebut, hingga saat ini belum ada laporan korban maupun kerusakan dari gempa tersebut.

Secara geologis dan tatanan tektonik regional wilayah Indonesia bagian Barat, khususnya Sumatera dan Kep. Mentawai, daerah pusat gempa termasuk dalam Zona Mega Thrust Mentawai pada Jalur Subduksi Sunda (pertemuan Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Eurasia). Jalur ini memanjang dari busur Kep. Andaman, Kep. Nias, Kep. Mentawai, Selatan Selat Sunda dan Selatan P Jawa hingga Peraiaran Arafuru di Indonesia Bagian Timur. Kawasan di sepanjang jalur tersebut memiliki catatan sejarah gempa-gempa besar dan peristiwa tsunami yang menelan korban ribuan hingga ratusan ribu jiwa seperti yang pernah terjadi di Aceh (2004) dan Pangandaran (2006).

Berdasarkan data gempa dari tahu 1900 hingga 2014, seperti halnya beberapa kawasan di sepanjnag jalur subduksi, Zona Methrust Mentawai termasuk zona seismic gap (daerah jarang gempa atau yang sudah lama tidak mengalami gempa besar). Menurut penelitian para ahli,  seismic gap pada Zona Mega Thrust Mentawai masih menyimpan potensi gempa dengan Magnitudo 8,9 SR. Kawasan ini pernah mengalami gempa besar pada tahun 1797 di wilayah Siberut dengan Magnitudo 8,7 – 8,9 SR dan pada tahun 1883 di wilayah Sipora dengan Magnitudo 8,9 – 9,1 SR, dengan periode ulang 200 – 300 tahun.

Peristiwa-peristiwa gempabumi di sepanjang jalur subduksi (Mega Thrust), di dalam zona seismic gap ditengarai merupakan suatu proses pecahnya “kuncian-kuncian” yang selama ini menghambat pergerakan tektonik pada zona aseismic tersebut, sehingga dengan berkurangnya  faktor-faktor pengunci akan memperbesar kemungkinan zona megathrust melepaskan seluruh energinya yang tersimpan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana dimana Gempa-gempa yang terjadi beberapa waktu belakangan mungkin akan mempercepat terjadinya gempa besar di kawasan tersebut yang dapat memicu terjadinya tsunami.

Dalam menyikapi informasi-informasi geologis tersebut, pemerintah daerah perlu mempersiapkan upaya-upaya mitigasi untuk pengurangan risiko bencana kaitannya dengan gempabumi dan tsunami di daerah-daerah terancam. Pembangunan dan penyiapan sarana dan prasarana mitigasi seperti jaringan peringatan dini bencana, jalur evakuasi vertikal dan horizontal,  dan tempat-tempat evakuasi sementara haruslah dipersiapkan segera. Disamping itu perkuatan kapasitas masyarakat melalui melalui sosialisasi, pendidikan pengurangan risiko bencana, pelatihan dan simulasi perlu ditingkatkan. Master Plan Pengurangan Risiko Bencana Gempabumi dan Tsunami yang telah dipersiapkan BNPB dari beberapa tahun yang lalu haruslah segera diimplementasikan secara tepat dan langsung mengarah pada wilayah-wilayah dan masyarakat yang akan terpapar bencana gempabumi dan tsunami.

Terkait dengan berita ini, Masyarakat yang berada di wilayah pesisir diharapkan tidak panik dan tetap meningkatkan kesiapsiagaan. Pengalaman gempabumi dan tsunami Aceh 2004, kesiapsiagaan masyarakat sangat penting di saat terjadinya bencana. Masyarakat P. Simeulue yang lekat dengan budaya "Smong" berhasil diselamatkan dari bencana gelombang tsunami, Sementara itu terjadi ratusan ribu korban di daratan Sumatera dan negara-negara di sekitar Samudera Hindia. Dengan demikian budaya siaga bencana haruslah selalu tertanam dalam diri individu masyarakat kita. Namun demikian pembentukan budaya siaga juga akan sangat tergantung pada peran pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan dan masyarakat serta pengaruh para tokoh masyarakat dalam memberikan arahan dan pengetahuan serta pembentukan mental siaga masyarakat.

(ysr)